Kecanduan Game Merupakan Gangguan Mental, Kenali Gejalanya!

Penggunaan teknologi termasuk gadget, sebetulnya tetap harus dilihat sebagai inovasi positif yang membantu kehidupan sehari-hari manusia. Karena itu, gadget tidak bisa dilihat semata sebagai sumber masalah.

Perilaku kecanduan gadget maupun game menjadi sorotan dunia bahkan di Indonesia telah terjadi beberapa kasus yang terjadi karena kecanduan Game. Berikut beberapa kasus akibat kecanduan game di Indonesia pada tahun 2016 – 2018.

7 April 2016, Sleman – Yogyakarta

Tiga remaja SMP di Sleman membobol dan mencuri barang berharga di sekolah TK untuk biaya bermain game daring.

31 Maret 2017, Bireuen – Aceh

Seorang bocah berusia 10 tahun di Aceh rela mengemis di pasar dan jalan raya agar memperoleh uang untuk ke warnet.

2 Juni 2017, Samarinda – Kalimantan Timur

Seorang remaja di Samarinda nekat mencuri motor dan menjual komponen hasil curian untuk biaya bermain game daring.

25 Januari 2018, Mojokerto – Jawa Timur

Seorang siswa SMP usia 15 tahun didiagnosis menderita hipertensi primer akibat terlalu sering bermain game.

28 Februari 2018, Probolinggo – Jawa Timur

Pelajar kelas II MTs nekat mencuri uang Rp. 1,7 juta dan ponsel di rumah warga untuk bermain game daring.

Praktisi Kesehatan Jiwa dari Universitas Atma Jaya, dr Eva Suryani, SpKJ, membagi konsekuensi adiksi perilaku menjadi dua, yakni fisik dan non-fisik.

Konsekuensi fisik dari seseorang yang terus-menerus main dengan gadgetnya tanpa kenal waktu, antara lain mengalami obesitas, cedera akibat terlalu lama menggunakan gadget seperti carpal tunnel syndrome, gangguan tidur berakibat kurangnya konsentrasi, serta pola makan yang berantakan.

Sementara itu, konsekuensi non-fisik lebih mengarah pada emosional seseorang. Misalnya, memburuknya relasi dengan orang-orang sekitar, menurunnya tingkat kesantunan, hingga etos belajar yang rendah.

Seperti dilansir dari laman Kompas.Com, Adapun kecanduan gadget dan game memiliki sejumlah gejala, antara lain:

1. Perilaku dilakukan berulang

Seseorang sudah bisa dikategorikan kecanduan jika melakukan suatu aktivitas atau perilaku secara berulang dengan pola yang bersifat maladaptif atau mengganggu kehidupan sehari-hari.

Baca Juga :   Cara Menjauhkan Anak dari Narkoba

2. Toleransi

Seseorang dapat dikategorikan kecanduan jika dia membutuhkan jumlah atau waktu yang lebih banyak untuk menghasilkan efek kesenangan yang sama dengan sebelumnya.

Misal, ketika main games awalnya 30 menit tapi dengan alasan mengatasi stres. Lama-lama dia membutuhkan waktu lebih panjang bahkan pasien saya hingga 18 jam, untuk mengatasi stres. Itu namanya ada toleransi.

3. Mengalami efek gejala putus perilaku

Ketika seseorang yang mengalami kecanduan tidak mendapatkan apa yang dibutuhkannya, maka dia akan mengalami efek gejala putus zat (untuk adiksi zat) dan gejala putus perilaku (untuk adiksi non-zat).

Dalam konteks kecanduan games, mereka yang mengalami kecanduan akan merasakan tidak nyaman atau depresi ketika tidak bisa mengakses games yang diinginkannya.

Kalau kecanduan perilaku seperti main games, gejala putus tersebut harus bertahan minimal dua hari (untuk bisa dikategorikan kecanduan). Jadi dia akan marah-marah, sedih, ngamuk.

4. Mengganggu fungsi kehidupan

Seseorang yang mengalami kecanduan perilaku, fungsi kehidupannya akan terganggu. Misalnya, pada usia sekolah prestasi anak yang semula baik menjadi menurun karena kebanyakan waktunya dihabiskan untuk main games. Atau pada konteks mahasiswa ada penurunan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) bahkan hingga dikeluarkan dari kampus (drop out).

Tak hanya dari prestasi, relasi dengan orang-orang dekat juga terganggu. Misalnya, dengan orangtua.

Orangtua jadi marah-marah terus, dia juga melawan padahal tadinya penurut.

5. Sulit mengontrol diri

Adiksi perilaku membuat seseorang sulit mengontrol dirinya untuk melakukan hal yang disukai. Misalnya, dalam konteks adiksi bermain games maka main games jadi prioritas kehidupannya sehingga fungsi lainnya terbengkalai.

Dia mungkin berkeinginan untuk berhenti, namun sulit mengontrol diri sehingga pada akhirnya terus memenuhi keinginannya bermain games.

Mereka yang kecanduan mungkin tahu ada sejumlah konsekuensi negatif jika terus melakukan hobi kesukaannya tetapi malah terus menambah durasi bermain game.

Baca Juga :   Tips Mengenal Ciri-ciri Anak Pengguna Narkoba

Misalnya dia tahu enggak naik kelas, bisa di-DO atau diberhentikan dari pekerjaan dan hal itu sudah berlangsung selama 12 bulan, bahkan mengganggu fungsi personal serta relasi dengan orang lain. Itu sudah dibilang disorder.

Namun, tak serta merta hobi main game disebut kecanduan. Ketika seseorang melakukan hobinya tetapi masih dapat melaksanakan fungsi kehidupan dengan baik dan mengatur waktu kegiatan lainnya dengan baik maka hobi tersebut tidak masuk kategori kecanduan.

Adapun dalam konteks kecanduan media sosial, seseorang cenderung tak bisa mengontrol penggunaannya dan menghabiskan sebagian besar waktu untuk media sosial yang juga sampai membuat fungsi kehidupannya terganggu.

Misal, ketika ada gangguan dia enggak bisa buka medsos, dia sampai marah besar, agresif. Itu merupakan tanda kecanduan.

6. Mengatasi stres

Main games menjadi jenis adiksi yang paling banyak terjadi. Bermain game dikatakan tidak sehat ketika alasannya adalah untuk mengatasi stres.

Jika alasan stres menjadi alasan seseorang bermain games, maka seseorang cenderung akan terjebak untuk terus menerus bermain games.

Bermain games yang sehat adalah ketika tujuannya untuk bersenang-senang atau rekreasi.

Selama bermain games, kenaikan zat dopamine pada otak sangat drastis bahkan melebihi efek dopamine yang muncul setelah makan cokelat.

Dopamine akan merangsang rasa puas dan bahagia (pleasure effect) yang membuat seseorang terus mengalami kecanduan.

Ketika sistem itu bekerja, dopamine akan naik sedemikian hebat. Maka ketika dopamine turun, seseorang akan merasa tidak senang, tidak nyaman dan mencari cara agar dopamine tersebut semakin naik yaitu dengan terus bermain game.

Beberapa kasus kecanduan game dan gadget yang terjadi di Indonesia berawal dari coba coba. Kenali gejalanya sejak dini untuk menghindari efek negatif yang akan terjadi.

Komentar

komentar