“Menurut literatur yang kami peroleh memang kandungan obat ini sementara bukan merupakan narkotik dan juga bukan yang sekarang ini tersebar ditengah masyarakat adalah jenis flakka, bukan,” ujar Deputi Pemberantasan BNN Arman Depari
Karena memiliki efek yang mirip yaitu menjadikan penggunanya menjadi kejang-kejang, sehingga obat PCC dikaitkan dengan Narkoba Flakka. Tetapi Menurut Deputi Pemberantasan BNN keduanya berbeda. Kandungan Narkoba dengan Obat PCC sangat berbeda.
BNN menyatakan narkoba Flakka memang sudah masuk ke Indonesia, Flakka merupakan narkoba berbentuk kristal yang berasal dari luar negeri.
Asal Usul Obat PCC
Obat PCC menjadi buah bibir setelah terungkap kasus penyalahgunaannya oleh anak-anak di Kendari, Sulawesi Tenggara. Satu orang tewas sementara sekitar 25 orang lainnya dilarikan ke rumah sakit membutuhkan pertolongan medis. Pil PCC bisa berdampak halusinasi hingga gangguan saraf otak.
Sesuai namanya obat PCC terdiri atas parasetamol, caffeine (kafein), dan carisoprodol (karisoprodol). Dari ketiga kandungan tersebut karisoprodol lah yang menyimpan efek samping paling berbahaya ketika disalahgunakan.
Dikutip dari jurnal Annals of the New York Academy of Sciences, karisoprodol sendiri awalnya dikembangkan oleh Dr Frank M. Berger di laboratorium Wallace pada tahun 1959 untuk menggantikan obat meprobamate. Harapannya karisoprodol dapat memiliki efek menenangkan yang lebih baik dan lebih sulit untuk disalahgunakan daripada pendahulunya.
“Karisoprodol tidak hanya memiliki efek kepada sistem saraf pusat, tapi juga menunjukkan properti analgesik yang tidak biasa,” tulis Berger.
Dari situ munculah obat PCC di pasaran dengan target utamanya adalah untuk meredakan nyeri pinggang. Kandungannya mujarab untuk meredakan rasa nyeri dan mengembalikan mobilitas otot-otot yang kaku.
Hingga pada tahun 1976 baru muncul laporan adanya kasus overdosis karena obat PCC. Peneliti pada saat itu melihat kemungkinan overdosis hormon serotonin di otak akibat karisoprodol.
Sejak saat itu berbagai lembaga pengawas obat dan makanan di seluruh dunia membatasi pemasaran obat PCC. Di Indonesia sendiri Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah mencabut izin edar semua obat yang mengandung karisoprodol sejak tahun 2013.
Mengingat dampak penyalahgunaannya lebih besar daripada efek terapinya, seluruh obat yang mengandung karisoprodol, termasuk somadryl, dibatalkan izin edarnya pada tahun 2013.
Masyarakat jangan mendapatkan obat dari tempat yang tidak sesuai peraturan pemerintah, masyarakat boleh mendapatkan obat dari sarana pelayananan seperti apotek, rumah sakit, Puskemas, dan klinik. Dengan cara itu masyarakat bisa terhindar penyalahgunaan obat dan obat ilegal seperti PCC